Kali ini saya akan membahas mengenai Kebudayaan, Khusunya Kebudayaan di Tempat dimana saya dilahirkan Yaitu Kota Jepara.
Kabupaten Jepara (bahasa Jawa: Hanacaraka ꦗꦼꦥꦫ) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di
barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di
timur, serta Kabupaten Demak di
selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa.
Asal nama Jepara
berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi
Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke
berbagai daerah. Menurut buku Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M) mencatat
bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah
mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau
Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta
dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.
Menurut seorang
penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental, Jepara baru
dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang
baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah
pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama c
(1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.
Kebudayaan jepara adalah suatu falsafah dengan
didasari pandangan hidup masyarakat jepara sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta
tindakan yang terwujud sebagai kerja.
Kita menyadari bahwa setiap budaya
memiliki kekhasannya masing-masing. Bahkan seringkali saling bertolak belakang.
Di satu budaya sikap tertentu dapat diterima, namun dalam budaya yang lain
tidak. Sebagai contoh ketika saya seorang Jawa berada di Tumbangtiti (kota
kecil yang letaknya sekitar 100 km dari Ketapang, Kalimantan Barat) menanyakan
tujuan kepada tetangga dekat yang hendak bepergian. Kemudian dijawab dengan
sepatah kata entah yang bagi saya cukup mengagetkan. Padahal konteks
pembicaraan itu bermaksud untuk menyapa, namun berbeda tanggapannya.Maka kita
harus mengenal kebudayaan jepara agar kebudayaan yang telah ada tidak luntur karna zaman
Sejarah dan Kebudayaan Jepara
Mengapa Jepara di sebut sabagai kota ukir?
Disini saya akan menjelaskan ,mengapa Jepara disebut kota ukir .Apakah karena
banyaknya pengkrajin ukir atau kah yang lain,spekulasi tentang sebutkan kota
Jepara itu
terdapat beberapa pendapat ada
yang mengatakan bahwa itu dikarena kualitas dari produk ukir jepara yang
bagus,atau karena keindahan,keluesan ukiran beserta motif-motif ukiran Jepara.
Taukah kalian bahwasanya terdapat
sejarah tentang asal muasal Jepara sebagai kota ukir.
Dahulu kala dikisahkan pada jaman Majapahit pada pemerintahan Prabu Brawijaya, hidup seorang ahli pahat dan lukis yang bernama Prabangkara(prabangkoro).Pada saat itu sang prabu mengutus Prabangkara untuk melukis permaisurinya,yang nantinya lukisan itu kan diberikan sang prabu kepada permaisurnya sebagai ungkapan rasa cinta. Prabangkara melukis permaisuri sang prabu tanpa busana tetapi,dan yang paling sempurnahnya tanpa prabangkara melihat tubuh permaisuri dia mampu,melukis bagian tubuh dan rahasia tertentu yang terdapat tanda alami pada tempat,posisi dan bentuk yang persis atau sama dibadan permaisuri.Disinilah kecurigaan sang prabu muncul,apakah mungkin seseorang dapat melukis sesempurnah tanpa harus melihat sebelumnya.
Dahulu kala dikisahkan pada jaman Majapahit pada pemerintahan Prabu Brawijaya, hidup seorang ahli pahat dan lukis yang bernama Prabangkara(prabangkoro).Pada saat itu sang prabu mengutus Prabangkara untuk melukis permaisurinya,yang nantinya lukisan itu kan diberikan sang prabu kepada permaisurnya sebagai ungkapan rasa cinta. Prabangkara melukis permaisuri sang prabu tanpa busana tetapi,dan yang paling sempurnahnya tanpa prabangkara melihat tubuh permaisuri dia mampu,melukis bagian tubuh dan rahasia tertentu yang terdapat tanda alami pada tempat,posisi dan bentuk yang persis atau sama dibadan permaisuri.Disinilah kecurigaan sang prabu muncul,apakah mungkin seseorang dapat melukis sesempurnah tanpa harus melihat sebelumnya.
Dengan kecuriaan itu sang prabu
pun mengutus para pengawalnya untuk membunuh prabangkara tetapi semua itu tak
ada guna karena prabangkara juga termasuk seorang yang sakti.Tetapi dengan tipu
daya dan muslihat akhirnya prangbangkara dapat di lemahkan prabangkara beserta
semua peralatanya dibuang dengan cara mengikat prabangkara pada sebuah
layang-layang dan kemudian tali layang-layang itu diputus ,prabangkoro pun
melayang - melayang dan jatuh pada sebuah desa kecil yang bernama Belakang
Gunung,yang letaknya terdapat disebelah utara kota Jepara yang memang disitulah
terdapat banyak ukiran-ukiran yang berkualitas dan nilai jualnya tinggih.Namun
sampai saat ini belum diketaui kebenaranya karena bukti sejarah belum
mendukung. Adapun kebudayaan dari Kota Jepara yang masih lestari sampai saat
ini, Contohnya :
- Perang Obor
Upacara
tradisional “Obor-oboran” merupakan salah satu upacara tradisional yang
dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya desa tegalsambi kecamatan
Tahunan Kabupaten Jepara yang tiada duanya di Jawa Tengah ini dan mungkin di
seluruh Indonesia.
Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang ehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang akhirnya masyarakat menyebutnya dengan istilah “ Perang Obor “.
Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang ehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang akhirnya masyarakat menyebutnya dengan istilah “ Perang Obor “.
Upacara
Perang Obor yang diadakan setiap tahun sekali, yang jatuh pada hari Senin Phing
malam Selasa Pon di bulan Besar (Dzullijah) diadakan atas dasar kepercayaan
masyarakat desa tegal sambi terhadap peristiwa atau kejadian pada masa lampau
yang terjadi di desa tersebut
Pada
saat sekarang upacara tradisional Perang Obor dipergunakan untuk sarana Sedekah
Bumi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Rahmat, Hidayah serta taufikNya kepada warga Desa Tegal Sambi, dan event ini
diadakan setiap tahun sekali.
- Pesta Baratan
Salah
satu tradisi masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat
adalah “Pesta Baratan”. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab,
yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan.
Tradisi
Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau
15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan
dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya
sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak
langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a
bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat
isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai
setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata
puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli
terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan
kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.
Setelah
makan nasi puli, masyarakat di desa Kriyan dan beberapa desa di sekitarnya
(Margoyoso, Purwogondo, dan Robayan) turun dari masjid / mushalla untuk
melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat,
selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak.
Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa
Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat
Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : tong tong ji’ tong jeder, pak
kaji nabuh jeder, dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.
- Jembul Tulakan

Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa brata yang dilakukan oleh Nyai Ratu Kalinyamat dalam menuntut keadilan atas kematian suaminya Sunan Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Panagsang. Sebelum sedekah bumi pada hari Senin Pahing, didahului manganan dipunden Nyai Ratu Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari Jum’at Wage sesuai dengan riwayat yang menyebutkan bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat untuk bertapa adalah Jum’at Wage.
Sebagai
tanda bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata yang sudah memimpin
pedukuhan, masing-masing mengantarkan makanan kecil kerumah Ki Demang. Makanan
kecil tersebut diletakkan dalam dua buah ancak dan diatas makanan kecil
ditanamkan belahan bambu yang diirat tipis-tipis. Iratan tipis bambu tersebut
melambangkan rambut jembul dengan diatur sedemikian rupa.
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas dengan darah dan keset rambut Aryo Panangsang.
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas dengan darah dan keset rambut Aryo Panangsang.
Dalam
pelaksanaan Sedekah Bumi Tulakan atau dikenal juga dengan Upacara Jembul
Tulakan ini, disuguhkan dua macam Jembul. Jembul yang besar di depan atau
sering disbut Jembul Lanang, sedangkan jembul kecil berada di belakang disebut
dengan jembul wadon. Khusus Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis
sedangjan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di dalamnya terdapat bermacam-macam
makanan kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan. Apem dan sebagainya,
sedangkan Jembul Wadon berisi lauk-pauknya
Jumlah
jembul disesuaika dengan jumlah pedukuhan yang dipimpin oleh kepala-kepal dukuh
atau dalam istilah sekarang adlah Kamituwo. Antara lain,pertama, jembul Krajan
yaitu jembul dari penduduk dukuh Krajan,tempat kediman Ki demang sebagai pusat
pemerintahan Kademangan. Jembul ini memounyai cirri khas berupa golek yang
mengganbarkan seorang tokoh bernama Sayid Usman, seorang Nayoko Projo Ratu
Kalinyamat..
Kedua,
Jembul Ngemplak merupakan wujud dari penghargaan masyarakat untuk Ki Leboh atas
perjuanganya membuka perdukuhan Ngemplak, mengingat Ki Leboh adalah kepala
dukuh Kedondong yang wilayahnya termasuk Ngemplak. Sebagai identitas Ki Leboh
dibuatlah golek dari tokoh yang bernama Mangun Joyo seorang Nayoko Ratu
Kalinyamat.
Ketiga,
jembul Winong adalah penghargaan terhadap Ki Buntari yang telah merintis
sebagai kepala dukuh dan membangunnya dengan baik. Sebagai perlambang dari
tokoh tersebut dibuat golek yang merupakan barisan prajurit yang gagah perkasa
yang mengawal dan mengamankan keberangkatan Ratu Kalinyamat dari kabupaten
Jepara sampai selama di pertapaan Siti Wangi-Sonder.
Keempat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari penghargaanya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu-persatu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukan tarian penghormatan dengan tayup.
Keempat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari penghargaanya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu-persatu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukan tarian penghormatan dengan tayup.
- Pesta Lomban Jepara
Ini merupakan
sebuah pertanya para nelayan, kegiatan Lomban ini dilaksanakan pada 7/8 Syawal
di pantai Kartini Jepara. Acara ini berlangsung ketika Bakda Kupat atau 1
minggu setelah hari raya Idul Fitri yang dilakukan untuk memberikan sedekah
laut.
Kebudayaan ini
sudah menjadi tradisi dari nenk-moyang hingga saat ini, disini banyak sekali
masyarakat kota Jepara ikut serta dalam memeriahkan acara ini. Puncak acara
lomban ini adalah membuang beberapa sesajen di lautan lepas yang berarti
sebagai ucapan syukur atas berkat yang didapatkan oleh nelayan warga Jepara dan
juga sebagai ucapan permintaan agar mereka masih bisa mendapatkan hasil yang
maksimal di lautan Jeapra dan sekitarnya.
- Tari Tayub
Tari Tayub ini adalah
kesenian pulau Jawa yang memiliki keindahan dan keserasian dalam gerakan.
Tarian ini memiliki arti sebagai hubungan sosial hubungan masyarakat. Tari
Tayub ini hampir sama dengan tari jaipong dan gambyong.
- Emprak
Ini sebuah perpaduan
antara kesenian dan budaya di kota Jepara. Memadukan antara musik, tari, dan
drama ada didalamnya. Inti dari kesenian ini yaitu bertemakan tentang kehidupan
manusia, selain itu pada alur cerita terdapat pesan moral untuk kehidupan
sehari-hari.
- Tari Kridadjati Jepara
Tarian ini merupakan
tarian tradisional warga Jepara dalam melakukan aktivitas dibidang kesenian
khususnya yaitu seni ukir khas kota jepara. Dalam tarian ini mengandung unsur
dinamika, kesenangan, keindahan. Tarian ini biasanya dipentaskan ketika ulang
tahun hari jadi kota Jepara setiap tahunnya.
Dan Masih banyak lagi kebudayaan yang ada di kota Jepara. Mulai dari makanan, minuman, pakaian, rumah, ukiran dll. Demikian Kebudayaan yang ada di kota Jepara Jawa Tengah, bagaimana
tartarik untuk mengunjunginya? Silahkan datang ke kota Jepara yang penuh dengan
kerajinan seni ukirnya.