Rabu, 29 Maret 2017

Kebudayaan di Kota Jepara


Kali ini saya akan membahas mengenai Kebudayaan, Khusunya Kebudayaan di Tempat dimana saya dilahirkan Yaitu Kota Jepara.

Kabupaten Jepara (bahasa Jawa: Hanacaraka ꦗꦼꦥꦫ) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M) mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.
Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama c (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Kebudayaan jepara adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup masyarakat jepara sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.

Kita menyadari bahwa setiap budaya memiliki kekhasannya masing-masing. Bahkan seringkali saling bertolak belakang. Di satu budaya sikap tertentu dapat diterima, namun dalam budaya yang lain tidak. Sebagai contoh ketika saya seorang Jawa berada di Tumbangtiti (kota kecil yang letaknya sekitar 100 km dari Ketapang, Kalimantan Barat) menanyakan tujuan kepada tetangga dekat yang hendak bepergian. Kemudian dijawab dengan sepatah kata entah yang bagi saya cukup mengagetkan. Padahal konteks pembicaraan itu bermaksud untuk menyapa, namun berbeda tanggapannya.Maka kita harus mengenal kebudayaan jepara agar kebudayaan yang telah ada tidak luntur karna zaman

Sejarah dan Kebudayaan Jepara

Mengapa Jepara di sebut sabagai kota ukir?

Disini saya akan menjelaskan ,mengapa Jepara disebut kota ukir .Apakah karena banyaknya pengkrajin ukir atau kah yang lain,spekulasi tentang sebutkan kota Jepara itu
terdapat beberapa pendapat ada yang mengatakan bahwa itu dikarena kualitas dari produk ukir jepara yang bagus,atau karena keindahan,keluesan ukiran beserta motif-motif ukiran Jepara.
Taukah kalian bahwasanya terdapat sejarah tentang asal muasal Jepara sebagai kota ukir.
Dahulu kala dikisahkan pada jaman Majapahit pada pemerintahan Prabu Brawijaya, hidup seorang ahli pahat dan lukis yang bernama Prabangkara(prabangkoro).Pada saat itu sang prabu mengutus Prabangkara untuk melukis permaisurinya,yang nantinya lukisan itu kan diberikan sang prabu kepada permaisurnya sebagai ungkapan rasa cinta. Prabangkara melukis permaisuri sang prabu tanpa busana tetapi,dan yang paling sempurnahnya tanpa prabangkara melihat tubuh permaisuri dia mampu,melukis bagian tubuh dan rahasia tertentu yang terdapat tanda alami pada tempat,posisi dan bentuk yang persis atau sama dibadan permaisuri.Disinilah kecurigaan sang prabu muncul,apakah mungkin seseorang dapat melukis sesempurnah tanpa harus melihat sebelumnya.
Dengan kecuriaan itu sang prabu pun mengutus para pengawalnya untuk membunuh prabangkara tetapi semua itu tak ada guna karena prabangkara juga termasuk seorang yang sakti.Tetapi dengan tipu daya dan muslihat akhirnya prangbangkara dapat di lemahkan prabangkara beserta semua peralatanya dibuang dengan cara mengikat prabangkara pada sebuah layang-layang dan kemudian tali layang-layang itu diputus ,prabangkoro pun melayang - melayang dan jatuh pada sebuah desa kecil yang bernama Belakang Gunung,yang letaknya terdapat disebelah utara kota Jepara yang memang disitulah terdapat banyak ukiran-ukiran yang berkualitas dan nilai jualnya tinggih.Namun sampai saat ini belum diketaui kebenaranya karena bukti sejarah belum mendukung. Adapun kebudayaan dari Kota Jepara yang masih lestari sampai saat ini, Contohnya :


  • Perang Obor


Upacara tradisional “Obor-oboran” merupakan salah satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya desa tegalsambi kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara yang tiada duanya di Jawa Tengah ini dan mungkin di seluruh Indonesia.
Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang ehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang akhirnya masyarakat menyebutnya dengan istilah “ Perang Obor “.
Upacara Perang Obor yang diadakan setiap tahun sekali, yang jatuh pada hari Senin Phing malam Selasa Pon di bulan Besar (Dzullijah) diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa tegal sambi terhadap peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang terjadi di desa tersebut

Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor dipergunakan untuk sarana Sedekah Bumi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat, Hidayah serta taufikNya kepada warga Desa Tegal Sambi, dan event ini diadakan setiap tahun sekali.


  •          Pesta Baratan

Salah satu tradisi masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat adalah “Pesta Baratan”. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab, yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan.
Tradisi Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau 15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.

Setelah makan nasi puli, masyarakat di desa Kriyan dan beberapa desa di sekitarnya (Margoyoso, Purwogondo, dan Robayan) turun dari masjid / mushalla untuk melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat, selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak. Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : tong tong ji’ tong jeder, pak kaji nabuh jeder, dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.


  •          Jembul Tulakan


Dilaksanakan setahun sekali, setiap bulan Apit hari Senin Pahing, sebagai tanda rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas rizki yang dilimpahkan pada penduduk Kademangan Tulakan. Ki Demang Barata mengadakan upacara syukuran yang kemudian dikenal dengan sedekah bumi. Arti kata sedekah bumi adalah sedekah ( amal ) adri hasil bumi yang diwujudkan dengan berbagai macam makanan kecil.
Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa brata yang dilakukan oleh Nyai Ratu Kalinyamat dalam menuntut keadilan atas kematian suaminya Sunan Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Panagsang. Sebelum sedekah bumi pada hari Senin Pahing, didahului manganan dipunden Nyai Ratu Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari Jum’at Wage sesuai dengan riwayat yang menyebutkan bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat untuk bertapa adalah Jum’at Wage.
Sebagai tanda bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata yang sudah memimpin pedukuhan, masing-masing mengantarkan makanan kecil kerumah Ki Demang. Makanan kecil tersebut diletakkan dalam dua buah ancak dan diatas makanan kecil ditanamkan belahan bambu yang diirat tipis-tipis. Iratan tipis bambu tersebut melambangkan rambut jembul dengan diatur sedemikian rupa.
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas dengan darah dan keset rambut Aryo Panangsang.

Dalam pelaksanaan Sedekah Bumi Tulakan atau dikenal juga dengan Upacara Jembul Tulakan ini, disuguhkan dua macam Jembul. Jembul yang besar di depan atau sering disbut Jembul Lanang, sedangkan jembul kecil berada di belakang disebut dengan jembul wadon. Khusus Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis sedangjan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di dalamnya terdapat bermacam-macam makanan kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan. Apem dan sebagainya, sedangkan Jembul Wadon berisi lauk-pauknya
Jumlah jembul disesuaika dengan jumlah pedukuhan yang dipimpin oleh kepala-kepal dukuh atau dalam istilah sekarang adlah Kamituwo. Antara lain,pertama, jembul Krajan yaitu jembul dari penduduk dukuh Krajan,tempat kediman Ki demang sebagai pusat pemerintahan Kademangan. Jembul ini memounyai cirri khas berupa golek yang mengganbarkan seorang tokoh bernama Sayid Usman, seorang Nayoko Projo Ratu Kalinyamat..
Kedua, Jembul Ngemplak merupakan wujud dari penghargaan masyarakat untuk Ki Leboh atas perjuanganya membuka perdukuhan Ngemplak, mengingat Ki Leboh adalah kepala dukuh Kedondong yang wilayahnya termasuk Ngemplak. Sebagai identitas Ki Leboh dibuatlah golek dari tokoh yang bernama Mangun Joyo seorang Nayoko Ratu Kalinyamat.
Ketiga, jembul Winong adalah penghargaan terhadap Ki Buntari yang telah merintis sebagai kepala dukuh dan membangunnya dengan baik. Sebagai perlambang dari tokoh tersebut dibuat golek yang merupakan barisan prajurit yang gagah perkasa yang mengawal dan mengamankan keberangkatan Ratu Kalinyamat dari kabupaten Jepara sampai selama di pertapaan Siti Wangi-Sonder.
Keempat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari penghargaanya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu-persatu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukan tarian penghormatan dengan tayup.

  • Pesta Lomban Jepara


Ini merupakan sebuah pertanya para nelayan, kegiatan Lomban ini dilaksanakan pada 7/8 Syawal di pantai Kartini Jepara. Acara ini berlangsung ketika Bakda Kupat atau 1 minggu setelah hari raya Idul Fitri yang dilakukan untuk memberikan sedekah laut.
Kebudayaan  ini sudah menjadi tradisi dari nenk-moyang hingga saat ini, disini banyak sekali masyarakat kota Jepara ikut serta dalam memeriahkan acara ini. Puncak acara lomban ini adalah membuang beberapa sesajen di lautan lepas yang berarti sebagai ucapan syukur atas berkat yang didapatkan oleh nelayan warga Jepara dan juga sebagai ucapan permintaan agar mereka masih bisa mendapatkan hasil yang maksimal di lautan Jeapra dan sekitarnya.


  • Tari Tayub

Tari Tayub ini adalah kesenian pulau Jawa yang memiliki keindahan dan keserasian dalam gerakan. Tarian ini memiliki arti sebagai hubungan sosial hubungan masyarakat. Tari Tayub ini hampir sama dengan tari jaipong dan gambyong.


  • Emprak

Ini sebuah perpaduan antara kesenian dan budaya di kota Jepara. Memadukan antara musik, tari, dan drama ada didalamnya. Inti dari kesenian ini yaitu bertemakan tentang kehidupan manusia, selain itu pada alur cerita terdapat pesan moral untuk kehidupan sehari-hari.


  • Tari Kridadjati Jepara

Tarian ini merupakan tarian tradisional warga Jepara dalam melakukan aktivitas dibidang kesenian khususnya yaitu seni ukir khas kota jepara. Dalam tarian ini mengandung unsur dinamika, kesenangan, keindahan. Tarian ini biasanya dipentaskan ketika ulang tahun hari jadi kota Jepara setiap tahunnya.
Dan Masih banyak lagi kebudayaan yang ada di kota Jepara. Mulai dari makanan, minuman, pakaian, rumah, ukiran dll. Demikian Kebudayaan yang ada di kota Jepara Jawa Tengah, bagaimana tartarik untuk mengunjunginya? Silahkan datang ke kota Jepara yang penuh dengan kerajinan seni ukirnya.


 sumber:

Chondro
Chondro Web Developer

life's simple you make choices and don't look back - Han (The Fast and the Furious: Tokyo Drift)

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net